Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Indonesia

Mengatasi Penurunan Tanah dan Krisis Air di Jakarta – Environmental Policy Update Volume 1 No. 3.

penurunan tanah

Dalam beberapa tahun terakhir, isu ‘Jakarta tenggelam’ menjadi sorotan dunia karena cepatnya penurunan tanah yang mengkhawatirkan. Jakarta menjadi salah satu kota yang mengalami penurunan tanah paling cepat di dunia, dengan tingkat penurunan mencapai 2 – 15 cm per tahun dalam lima puluh tahun terakhir, bahkan mencapai 20 – 28 cm di beberapa lokasi tertentu (Abidin et al., 2011). Dari tahun 1982 hingga 1991, tingkat penurunan permukaan tanah mencapai 1- 9 cm per tahun. Selanjutnya, pada periode 1991 hingga 1997 dan 1997 hingga 2011, tingkat penurunan tanah meningkat menjadi 1 – 25 cm per tahun dan 1 – 28 cm per tahun  (Abidin et al., 2011). Daerah berdekatan dengan pantai adalah yang paling terdampak oleh penurunan tanah, antara lain beberapa daerah di bagian utara, barat laut, dan timur laut Jakarta yaitu Cengkareng, Penjaringan, Pantai Mutiara, Pantai Indah Kapuk, Ancol, Cilincing, dan Cakung (Sarah, 2022). Sejak tahun 2016 hinga 2019, ratarata penurunan tanah di Jakarta Utara mencapai 11 cm per tahun (Ariefa et al, 2019).

Isu mengenai penurunan tanah di Jakarta telah menjadi perbincangan sejak tahun 1990-an. Sebagai kota pesisir, Jakarta terletak di atas jenis tanah sedimen aluvial yang rentan terhadap penurunan tanah. Pertumbuhan urban yang pesat di kota ini, ditandai dengan ekspansi bisnis, industri, perdagangan, transportasi, dan real estat, telah menarik gelombang besar penduduk. Ini mengakibatkan pertumbuhan populasi yang masif dan peningkatan kebutuhan yang signifikan akan air bersih. Namun,
Jakarta menghadapi tantangan dalam meningkatkan kapasitas infrastruktur air bersih, dengan hanya 65% wilayah yang tertutup oleh infrastruktur pipa air hingga saat ini. Kekurangan akses ke air bersih ini mendorong sektor perumahan, komersial, dan industri untuk melakukan pengambilan air tanah secara berlebihan selama tiga dekade terakhir (Hasibuan et al., 2023). Praktik ini telah menjadi pemicu utama penurunan tanah yang semakin memburuk di Jakarta. Pengambilan air tanah tercatat meningkat dari 21.849.031 m3 per tahun pada tahun 2000 menjadi 22.629.468 m3 per tahun pada tahun 2008. Pada tahun 2020, angka turun menjadi 6.014.240 m3 per tahun karena pemberlakuan pajak pengambilan air tanah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009. Namun, laporan berlanjutnya penurunan tanah masih terus diterima bahkan setelah tahun 2009 (Taftazani et al., 2022).

Baca selengkapnya dengan mengunduh file di bawah ini:

Download (PDF, 10.79MB)

Publikasi Terbaru

Seri Analisis Makroekonomi: Rapat Dewan Gubernur BI, Desember 2024

Desember 20, 2024

Studi Kualitatif Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024

Desember 19, 2024

Obituari untuk Faisal Basri

Desember 13, 2024

Inflasi Bulanan, Desember 2024 : Seri Analisis Makroekonomi

Desember 3, 2024

Publikasi Terkait

Seri Analisis Makroekonomi: Rapat Dewan Gubernur BI, Desember 2024

Studi Kualitatif Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024

Obituari Faisal Basri

Obituari untuk Faisal Basri