Penulis: Nauli A. Desdiani, Fachry Abdul Razak Afi fi, Amalia Cesarina, Syahda Sabrina, Meila Husna, Rosalia Marcha Violeta, Adho Adinegoro, dan Alin Halimatussadiah
Ringkasan Eksekutif
Penetapan target kebijakan iklim nasional telah memaksa pemerintah daerah untuk menetapkan tujuan iklim yang ambisius untuk mendukung pemerintah pusat mencapai target yang diusulkan. Selain rendahnya kesadaran terhadap perubahan iklim dan dampak risiko lingkungan, tantangan terbesar yang dihadapi pemerintah daerah dalam melaksanakan aksi iklim terletak pada pendanaan program. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis anggaran pemerintah daerah saat ini untuk kegiatan-kegiatan iklim dan lingkungan hidup dan mengidentifikasi sumber pendanaan potensial yang tersedia untuk mendanai inisiatif-inisiatif iklim dan lingkungan hidup pemerintah daerah. Kami menemukan bahwa alokasi anggaran daerah untuk belanja lingkungan meningkat dari 1% pada tahun 2016 menjadi 3% pada tahun 2020, namun alokasi tersebut masih relatif rendah dan tidak mencukupi untuk mencapai target iklim. Dengan anggaran yang terbatas, pemerintah daerah harus mencari sumber pendanaan tambahan yang potensial untuk mendanai aksi iklim mereka. Melalui analisis studi kasus, diperoleh wawasan dari beberapa daerah yang telah memanfaatkan potensi dari berbagai inisiatif pendanaan iklim dan lingkungan hidup untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup di wilayah mereka dan mencapai tujuan iklim dan lingkungan hidup. Untuk mengatasi masalah kekurangan anggaran daerah untuk kegiatan iklim dan lingkungan hidup, beberapa strategi yang diusulkan untuk pemerintah daerah adalah: (1) mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas belanja dari transfer fiskal antar pemerintah; (2) penerapan Climate Budget Tagging (CBT); (3) meningkatkan pendapatan asli daerah dari kegiatan berbasis sumber daya alam dan lingkungan hidup; (4) menilai kabupaten dan/atau kota yang memiliki nilai ekologi tinggi dengan dukungan fiskal lebih besar melalui skema TAPE dan TAKE; (5) optimalisasi peran BUMN dan swasta melalui CSR dan KPBU; (6) optimalisasi pembiayaan multilateral; dan (7) memanfaatkan pembiayaan lain dari pemerintah pusat seperti melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dana penampung bencana, ICCTF, dan SDGs Indonesia One.