Memasuki 2025, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,87% (y.o.y) di triwulan pertama tahun ini, turun dari 5,02% (y.o.y) di triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi kuartalan Indonesia terakhir menyentuh angka terendahnya dalam 9,5 tahun terakhir (kecuali periode COVID-19) dan kemungkinan mencerminkan kondisi suram, yaitu menyusutnya potensi pertumbuhan. Normalnya, Indonesia mencatatkan pertumbuhan PDB triwulanan tertingginya dalam tahun berjalan pada triwulan yang bertepatan dengan periode Ramadhan dan Idulfitri. Sayangnya, ekonomi Indonesia tidak dapat mencapai pertumbuhan 5% di TriwulanI 2025, mengindikasikan potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah di sisa tahun ini. Menyusutnya kapasitas pertumbuhan ekonomi dipicu oleh beberapa faktor. Berbagai faktor tersebut mencakup penurunan daya beli masyarakat, beralihnya fokus pemerintah dari pemerintahan sebelumnya ke pemerintahan saat ini, ketergantungan yang tinggi terhadap komoditas alam, rendahnya produktivitas, dan iklim usaha yang tidak bersahabat. Lebih lanjut, terus berkembangnya tensi perang dagang akibat ancaman tarif oleh Presiden Trump berpotensi memperburuk perlambatan ekonomi dalam negeri saat ini. Bantuan sementara melalui subsidi dan insentif tidak dapat menyelesaikan isu struktural yang menghambat produktivitas agregat, seperti iklim investasi yang tidak kondusif dan rendahnya kepastian usaha. Lingkungan bisnis yang kondusif merupakan faktor kunci bagi perusahaan untuk tumbuh, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan pekerjaan formal berkualitas. Pekerjaan semacam ini tidak hanya menyediakan penghasilan stabil, tetapi juga memfasilitasi akses yang lebih baik ke jaminan sosial dan peningkatan standar hidup. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah penurunan daya beli, menangani masalah struktural korupsi, aktivitas mencari rente, dan segala aktivitas yang dapat berkontribusi pada “ekonomi berbiaya tinggi” serta menimbulkan ketidakpastian bisnis, merupakan hal yang paling penting. Pasalnya, tidak ada bentuk subsidi atau insentif yang dapat menggantikan reformasi fundamental ini.
ID:
EN: