by Kiki Verico
Abstrak:
Salah satu variabel terpenting di negara berkembang seperti Indonesia adalah stabilitas nilai tukar. Nilai tukar yang tidak stabil membuat hampir mustahil bagi pelaku bisnis untuk merencanakan bisnisnya. Semakin tinggi depresiasi Rupiah maka akan semakin tinggi pula tingkat inflasi dan hal ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Pada neraca pembayaran, kestabilan nilai tukar dan neraca modal sangat dipengaruhi oleh neraca transaksi berjalan. Sebuah penelitian menemukan bahwa di Indonesia, dalam jangka panjang (Johansen Procedure) saldo transaksi berjalan Indonesia mempengaruhi nilai tukar riilnya, sedangkan dalam jangka pendek (VECM) mempengaruhi nilai tukar nominal. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pada neraca transaksi berjalan, faktor yang mempengaruhi nilai tukar adalah neraca perdagangan. Neraca perdagangan Indonesia bertumpu pada surplus perdagangan barang, khususnya produk pertanian, minyak bumi, dan gas. Harga produk-produk di sektor primer sangat rentan karena adanya volatilitas produk-produk primer akibat harga minyak dan gas dunia. Neraca transaksi berjalan Indonesia sangat bergantung pada perdagangan produk manufaktur. Studi lain menemukan bahwa dalam praktiknya, perdagangan manufaktur mempengaruhi arus modal, dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi positif jangka panjang dan nilai tukar yang stabil, Indonesia harus meningkatkan daya saing perdagangannya, khususnya di sektor manufaktur. Tulisan ini akan mengeksplorasi tantangan dan peluang perdagangan internasional di Indonesia menjelang tahun 2030 dan setelahnya.