Indonesia baru-baru ini mengalami perkembangan pesat dalam desain pembiayaan layanan kesehatan, yang dilaksanakan dan dioperasikan oleh pemerintah dengan menggunakan target Cakupan Jaminan Kesehatan (BPJS). Temuan awal kami menunjukkan bahwa skema BPJS kesehatan memiliki target ambisius yang dapat membebani ketersediaan layanan dan beban fiskal. Oleh karena itu, kami mengkaji permasalahan kesediaan membayar secara empiris untuk Bergabung dengan BPJS Kesehatan dengan melakukan percobaan lapangan di tiga kabupaten yang dipilih berdasarkan kondisi sosial-ekonomi dalam program Kesehatan Premi Bersyarat di Indonesia. Aspek penargetan dalam program ini dilakukan dengan secara otomatis mendaftarkan calon-calon yang bersedia membayar pada tingkat kelas pengobatan. Kami mengidentifikasi tingkat premi yang wajar, pembayaran berkelanjutan dan insentif untuk menarik masyarakat bergabung dengan BPJS kesehatan. Dari survei lapangan, kami menemukan bahwa sebagian besar masyarakat lebih cenderung membayar kelas premium ke-3 meskipun kelas 1 dan 2 masih terjangkau. Analisis tersebut juga secara konsisten menunjukkan bahwa, dari berbagai sudut pandang, tarif iuran BPJS Kesehatan di Indonesia terlalu mahal untuk sektor informal dan terdapat premi yang tidak adil antar daerah karena keragaman tingkat sosial ekonomi. Meski tidak ada masalah dalam keberlanjutan pembayaran, namun perlu dirancang insentif agar BPJS Kesehatan tetap berkelanjutan. Singkatnya, upaya luar biasa seperti dukungan fiskal dan komitmen yang kuat diperlukan untuk mencapai BPJS Kesehatan, namun skema manfaat yang lebih efektif untuk bergabung dengan BPJS bergantung pada peningkatan literasi asuransi kesehatan.
(Teguh Dartanto, LPEM FEUI, Agustus18th , 2014)