Sebagai topik utama di tahun 2020, permintaan agregat dan daya beli masyarakat yang sangat lemah merupakan fenomena yang cukup global akibat pandemi Covid-19 menyebabkan guncangan yang sangat besar hampir di semua negara di dunia. Namun, di saat negara-negara di dunia cukup berhasil dalam mengatur fokus mereka dan mencoba mengatasi masalah kesehatan dengan tepat, Indonesia terlihat masih berjuang untuk menangani situasi tersebut. Menjelang akhir tahun 2020, tanda-tanda pemulihan yang penting belum terlihat di Indonesia. Terlepas dari itu, berbagai rentetan kejadian telah terjadi dalam kondisi perekonomian Indonesia. Dengan menguraikan komponen Neraca Pembayaran Indonesia, dari sisi neraca keuangan, hasil pemilu AS dan peluncuran vaksin pada pertengahan November lalu memicu sentimen positif bagi investor; sehingga melimpahkan likuiditas dalam pasar negara berkembang dan menyebabkan terjadinya apresiasi mata uang negara berkembang terhadap dolar AS dengan cepat. Dari sisi neraca transaksi berjalan, perdagangan luar negeri Indonesia juga menunjukkan tanda yang cukup baik. Di sisi lain, perkembangan kondisi kesehatan publik yang suram terus terjadi. Kasus harian Covid-19 tertinggi dari sebelumnya mendorong pemerintah untuk kembali menerapkan tindakan pembatasan sosial sebagai akibat dari kelebihan kapasitas fasilitas kesehatan publik. Selanjutnya, eskalasi dalam sektor keuangan dan sektor riil masih belum ada kejelasan karena sangat bergantung pada situasi pandemi yang sedang berlangsung. Dengan banyak ketidakpastian yang ada, kami berpandangan bahwa BI harus menahan suku bunga acuan pada 3,75% bulan ini, dengan tetap menjaga kebijakan makroprudensial untuk mengelola stabilitas sektor keuangan.