Meskipun tekanan inflasi global meningkat di hampir seluruh negara akibat melonjaknya harga pangan dan energi global serta gangguan rantai pasokan, inflasi domestik tetap terkendali, terutama didorong oleh inflasi sisi penawaran yang tergambar oleh inflasi berdasarkan Indeks Harga Produsen (PPI) yang lebih tinggi dan telah berada di atas inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (CPI) sejak 2020. Di sisi domestik, kita masih berada di jalur pemulihan dengan kinerja ekonomi yang kuat dan serangkaian surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan. Dari sisi eksternal, volatilitas ekonomi global yang belum mereda, membawa prospek yang suram bagi perekonomian global. Akibatnya, banyak bank sentral telah beralih ke kebijakan moneter yang lebih “hawkish” dengan menaikkan suku bunga acuan dan mengurangi pembelian aset untuk menahan kenaikan inflasi domestik, termasuk The Fed, yang baru-baru ini menaikkan FFR sebesar 75bps. Fenomena ini memicu terjadinya flight to quality dan depresiasi di negara-negara berkembang. Rupiah telah terdepresiasi menjadi sekitar Rp14.800. Mempertimbangkan kondisi domestik dan eksternal, stance BI masih harus “behind the curve” untuk saat ini dengan mempertahankan suku bunga kebijakan di 3,50% dan melanjutkan langkah-langkah makroprudensial yang akomodatif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.