Kinerja indikator ekonomi makro Indonesia saat ini menunjukkan perbaikan, tercermin dari peningkatan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), neraca perdagangan, dan tren penurunan kasus harian Covid-19. Peningkatan ini didorong oleh ekspektasi yang lebih baik setelah vaksinasi Covid-19 dimulai. Namun, dampak dari sentimen positif dari dalam negeri menghilang sejak akhir Februari akibat tekanan yang cukup tinggi dari kondisi eksternal. Tingkat inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan di AS yang mencerminkan prospek pemulihan ekonomi yang optimis telah memukul pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah terdepresiasi sebesar 3,70% (ytd) pada pertengahan Maret. Depresiasi didorong oleh arus modal keluar besar-besaran karena menipisnya perbedaan imbal hasil antara aset AS dengan negara berkembang. Dalam kondisi yang tidak menentu ini, kami melihat bahwa BI arus lebih berhati-hati terhadap peningkatan risiko eksternal. Meskipun inflasi rendah masih terus berlanjut yang menandakan permintaan agregat masih lemah, BI harus memprioritaskan stabilitas Rupiah di bulan ini. Kebijakan moneter ekspansif apapun akan terlalu merugikan BI saat ini karena kinerja kondisi ekonomi juga masih jauh dari pulih. Oleh karena itu, kami melihat bahwa BI perlu menahan suku bunga kebijakan pada 3,50% bulan ini sebagai langkah pencegahan untuk menstabilkan Rupiah.