Kebijakan reciprocal tariff yang diberlakukan Amerika Serikat menimbulkan risiko nyata terhadap ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya di sektor padat karya berorientasi ekspor seperti tekstil dan alas kaki. Kedua sektor ini tidak hanya menyumbang porsi penting dalam ekspor manufaktur, tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama pekerja muda, berpendidikan rendah, dan tidak tetap, yang secara struktural berada dalam posisi rentan. Tekanan akibat tarif tambahan berpotensi memperburuk gelombang PHK yang sudah terjadi sejak pandemi, diperparah oleh ketatnya persaingan global dan tingginya ketergantungan pada pasar ekspor. Perbedaan karakteristik antara industri mikro kecil (IMK) dan industri besar semakin mempertegas ketimpangan risiko dan perlindungan sosial, di mana IMK cenderung lebih informal dan kurang terlindungi, sementara sektor industri besar juga tetap menyisakan kelemahan melalui penggunaan pekerja kontrak yang rentan. Kondisi ini menuntut diferensiasi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih strategis dan responsif terhadap segmentasi risiko di lapangan.
Baca selengkapnya: