Depok, 5 Februari 2024 | Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) meluncurkan White Paper yang berjudul “Analisis Bisnis dan Kebijakan untuk Mendorong Investasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia”, Senin (5/2). White Paper ini secara komprehensif menelaah berbagai aspek yang berperan penting dalam pengembangan bisnis panas bumi di Indonesia, khususnya dari segi teknis, regulasi, dan finansial. Buku Putih ini juga menawarkan sejumlah rekomendasi kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan investasi PLTP untuk mempercepat laju peningkatan bauran
energi panas bumi di Indonesia. Perwakilan dari lembaga pemerintahan dan badan usaha penting dalam kemajuan PLTP di Indonesia seperti Direktorat Panas Bumi Kementerian ESDM, Bappenas, PT PLN (Persero), dan PT Sarana Multi Infrastruktur turut menyampaikan materi sebagai panelis.
Temuan dan rekomendasi yang dihasilkan oleh studi kami adalah sebagai berikut:
- Hasil studi menunjukkan bahwa HPT Perpres terlalu rendah, menciptakan ketidaksesuaian signifikan dengan harga keekonomian yang diinginkan. Target Project IRR yang ditetapkan antara 12% dan 16% menjadi parameter kunci dalam pengambilan keputusan investasi pada sektor panas bumi. Studi ini menggunakan Target IRR sebesar 14% sebagai asumsi utama, dengan hasil perhitungan harga keekonomian yang menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya kapasitas pembangkit. Meski telah memperhitungkan batas bawah Target Project IRR sebesar 12%, harga keekonomiannya masih melampaui rentang HPT Perpres 112/2022, yang berkisar antara 8,42 sen dan 10,74 sen untuk sepuluh tahun pertama. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kebijakan HPT Perpres untuk mencapai keseimbangan yang lebih optimal antara daya tarik investasi dan harga listrik yang wajar.
- Skema kesepakatan harga antara PLN dan IPP perlu diubah dengan mendahulukan proses negosiasi PJBL. Pada proses bisnis yang berlaku saat ini, negosiasi PJBL dilakukan setelah fase eksplorasi. Perubahan skema diusulkan agar negosiasi dan kesepakatan PJBL dapat dilaksanakan di awal sebelum eksplorasi proyek dilakukan. Penandatanganan PJBL sebelum tahap eksplorasi bermanfat untuk menjamin pembelian listrik pada harga yang telah disepakati, mengurangi risiko penundaan proyek, dan memberikan kepastian lebih kepada pengembang dan investor.
- Proses perizinan dan pengadaan perlu disederhanakan. Proses perizinan dan pengadaan yang berjalan pada bisnis panas bumi saat ini dipandang masih cukup kompleks, baik dari aspek regulasi maupun birokrasi, sehingga berpotensi memperlambat operasionalisasi proyek PLTP. Penyederhanaan proses ini dapat mempersingkat waktu yang diperlukan pada masa eksplorasi sehingga periode operasional pembangkit dapat dimaksimalkan.
- Komitmen pengembangan panas bumi dalam program “Fast track 2” perlu diperkuat, dengan meninjau kembali daftar proyek yang kredibel. Dengan melakukan langkah ini, pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan prioritas pada proyek PLTP untuk direalisasikan dan memastikan bahwa investasi serta upaya yang ditanamkan dalam proyek ini memberikan hasil terbaik bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
- Beban PLN perlu dikurangi melalui salah satu dari beberapa cara berikut: 1) Memberikan dukungan keuangan publik agar PLN mampu membeli listrik dari IPP dengan tarif yang dapat diterima secara ekonomi; 2) memungkinkan PLN untuk mengenakan tarif yang mencerminkan biaya total pembangkitan kepada konsumen; 3) Membuka regulasi agar mekanisme power wheeling dapat diterapkan di Indonesia.
- Perlu disusun aturan yang jelas terkait kewenangan pelaku usaha untuk memanfaatkan kredit karbon dan produk turunan lainnya (hidrogen hijau, amonia hijau, dan lain sebagainya).
- Tata kelola dan kelembagaan panas bumi di Indonesia perlu diperbaiki. Hal ini termasuk peningkatan peran dan kapasitas lembaga pemerintah terkait seperti Kementerian ESDM, KLHK, PLN, lembaga pembiayaan dan asosiasi pengusaha dalam membangun industri panas bumi nasional.
Untuk mendapatkan akses White Paper LPEM terbaru ini, klik di sini.