Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat – Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Indonesia

Inflasi Turun di Bawah 3%! Seri Analisis Makro, BI Board of Governor Meeting, Oktober 2023

Inflasi Indonesia turun di bawah 3% pada bulan September akibat efek high base dari periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, tren inflasi menggarisbawahi upaya berkelanjutan pemerintah untuk menjaga stabilitas  harga di tengah beragam tantangan, terutama fenomena cuaca El Nino yang diprediksi mencapai puncaknya pada bulan September. Indonesia juga berhasil mempertahankan surplus perdagangan yang tinggi pada bulan September 2023, yang menandai surplus selama 41 bulan berturut-turut. Akan tetapi, dinamika di pasar Amerika Serikat terkait dengan potensi kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang telah mengakibatkan lonjakan arus modal keluar dari pasar Indonesia dalam beberapa pekan terakhir, seperti yang terlihat dalam penjualan saham dan aset obligasi senilai USD1,35 miliar antara pertengahan September dan  pertengahan Oktober. Penting untuk diperhatikan bahwa tekanan pada Rupiah akan berlanjut untuk beberapa waktu ke depan, yang kemungkinan akan menimbulkan tantangan bagi bank sentral dalam beberapa bulan mendatang. Dengan mempertimbangkan tekanan terhadap Rupiah, serta kebutuhan untuk menjaga selisih suku bunga acuan dengan the Fed, kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan tingkat suku bunga kebijakannya pada tingkat 5,75% sambil terus menjalankan kebijakan makroprudensial untuk menstabilkan tekanan jangka pendek pada tingkat harga dan nilai tukar.

Inflasi Turun Di Bawah 3% pada September 2023 akibat High-Base Effect

Inflasi umum bulan September mencapai titik terendah dalam 19 bulan terakhir dan tercatat sebesar 2,28% (y.o.y), turun dari 3,27% (y.o.y) pada bulan Agustus 2023. Penurunan ini terutama disebabkan oleh efek makroekonomi high-base dari penyesuaian harga bahan bakar bersubsidi pada September 2022 lalu. Namun inflasi bulanan sedikit meningkat menjadi 0,19% (m.t.m) setelah pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,02% (m.t.m). Peningkatan inflasi bulanan ini utamanya didorong oleh komponen harga bergejolak yang meningkat menjadi 0,37% (m.t.m) pada bulan ini dan komponen harga yang diatur pemerintah juga meningkat menjadi 0,23% (m.t.m). Peningkatan pada komponen harga yang diatur pemerintah didorong oleh komoditas rokok kretek dan harga BBM, antara lain Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Pertamax Green. Sementara itu, peningkatan komponen harga bergejolak didorong oleh kenaikan harga beras akibat fenomena cuaca El Nino yang mulai menunjukkan dampaknya serta melonjaknya harga daging sapi. Kenaikan inflasi lebih lanjut tertahan oleh deflasi pada kelompok telur ayam ras, aneka bawang, dan aneka cabai. Inflasi inti pada September 2023 tercatat sebesar 0,12% (m.t.m), relatif stabil dibandingkan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,13% (m.t.m), yang disebabkan oleh kenaikan pada harga pulsa telepon genggam serta biaya pendidikan.

inflasi

Analisis lebih lengkap

Download (PDF, 1.47MB)

Baca di sini untuk seri analisis LPEM FEB UI sebelumnya.

Publikasi Terbaru

Analysis of Korean’s ODA Projects in Indonesia: Development Demands, Projects Performance, and Satisfaction

Juli 2, 2024

Seri Analisa Makroekonomi: Rapat Dewan Gubernur BI, Juni 2024

Juni 21, 2024

Riset LPEM FEB UI: GoTo Berkontribusi Signifikan Dorong 5 Sektor Penting Penggerak PDB Indonesia Tahun 2023

Juni 5, 2024

Ribut Soal Tapera: Kebijakan “Harga Mati” untuk Turunkan Angka Kekurangan Perumahan Nasional? – Special Report, Juni 2024

Juni 4, 2024

Publikasi Terkait

Korea in Indonesia

Analysis of Korean’s ODA Projects in Indonesia: Development Demands, Projects Performance, and Satisfaction

inflasi juni turun

Seri Analisa Makroekonomi: Rapat Dewan Gubernur BI, Juni 2024

Riset LPEM FEB UI: GoTo Berkontribusi Signifikan Dorong 5 Sektor Penting Penggerak PDB Indonesia Tahun 2023